SERDANG BEDAGAI– Dutakhabarterkini.co.id
PT.PD Paja Pinang memberikan klarifikasi resmi atas munculnya informasi di media sosial dan media online terkait klaim dari 106 orang yang mengaku sebagai ahli waris atas lahan seluas 2.318 hektare yang dikelola perusahaan tersebut di Kecamatan Tebing Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai.
Dalam keterangannya, perusahaan menegaskan bahwa lahan yang disengketakan merupakan aset sah milik perusahaan dan klaim yang disampaikan oleh sekelompok warga tidak berdasar secara hukum, Jumat(8/8/2025).
Pihak perusahaan menyatakan bahwa lahan tersebut telah dikuasai dan dimiliki oleh PT.PD Paja Pinang sejak tahun 1962 berdasarkan hak konsesi dari PT. Harrisons dan Crossfield Ltd. Lahan seluas 2.318 hektare itu telah dikelola sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Perusahaan tidak pernah sama sekali menyerahkan pengelolaan atau kepemilikan lahan tersebut kepada pihak manapun yang kini mengklaim sebagai ahli waris,” jelas pihak perusahaan dalam keterangan tertulisnya.
Klaim Dinilai Keliru dan Tidak Berdasar
Kelompok yang mengajukan klaim tersebut tergabung dalam Kelompok Tani Karya Mandiri.
Mereka menyatakan bahwa lahan yang dikelola perusahaan merupakan tanah garapan milik keluarga mereka yang diwariskan secara turun-temurun.
Menanggapi hal ini, PT.PD Paja Pinang menyebut bahwa pernyataan tersebut adalah keliru dan tidak sesuai fakta.
Menurut perusahaan, lahan yang diklaim ahli waris sebelumnya merupakan lahan rawa yang kemudian diubah menjadi areal perkebunan karet oleh perusahaan.
Bahkan, perusahaan menyebutkan bahwa lahan tersebut tetap dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam oleh karyawan, khususnya untuk sawah dalam menanam padi.
Namun, seiring waktu dan untuk meningkatkan produktivitas, perusahaan kemudian mengelola lahan tersebut menjadi perkebunan kelapa sawit.
Sebagai bentuk tanggung jawab, perusahaan memberikan kompensasi berupa ganti rugi atas tanaman padi sebesar Rp5.000 per rante sesuai kesepakatan pada masa itu (tahun 1986).
Kesaksian Warga Setempat
Hal senada juga disampaikan oleh Sukimin, yang akrab disapa Mbah Min, Kepala Dusun I Desa Penggalian periode 1983–2000 yang pada masa itu dalam wilayah pemerintahan kabupaten Deli Serdang.
Dan salah satu ahli waris yang dahulu turut serta menggarap lahan tersebut untuk ditanami padi seluas 17 rante.
Ia mengatakan bahwa ada lahan yang juga dikelola sebagai sawah berada di sekitar Desa Penggalian.
Menurutnya, perusahaan memberikan kesempatan kepada para pekerja untuk mengelola lahan rawa tersebut agar tidak menjadi lahan tidur, karena kala itu lahan tersebut tidak bisa ditanami karet akibat keterbatasan sumber daya.
Namun pada tahun 1986, perusahaan memutuskan untuk mengelola lahan yang telah digarap pekerja, sehingga memberikan kompensasi sebesar Rp5.000 per rante. Nilai tersebut pada masa itu tergolong besar.
Mbah Min menuturkan bahwa bukan hanya dirinya yang memperoleh kesempatan mengelola lahan itu, tetapi juga keluarganya, seperti Kasidi dengan 38 rante dan Bapak Paidi dengan 32 rante.
Ia menegaskan bahwa dirinya, keluarga, dan para penggarap lain memahami bahwa lahan itu bukan milik mereka.
“Kami tidak pernah berniat mengambil lahan itu karena kami tahu lahan itu milik perusahaan."
"Kami ini dari dulu sudah makan dari Paja Pinang, bekerja di Paja Pinang sampai pensiun. Masak kami tega harus berbuat seperti ini,” ujarnya.
Tidak Pernah Ada Pemaksaan
Perusahaan juga menegaskan bahwa peralihan pengelolaan lahan dari PT. Harrisons & Crossfield kepada PT.PD Paja Pinang dilakukan secara legal, tanpa ada paksaan.
Pelaksanaan pemberian ganti rugi terhadap tanaman milik pekerja juga dilakukan secara musyawarah.
“Seluruh proses berlangsung sesuai hukum, dan tidak ada unsur pemaksaan,” tulis perusahaan.
Mayoritas Pengklaim Adalah Mantan Pekerja
Berdasarkan pendataan internal, perusahaan mengidentifikasi bahwa sebagian besar dari pihak yang mengaku sebagai ahli waris adalah mantan pekerja, anak mantan pekerja, atau kerabat dari karyawan yang pernah bekerja di PT.PD Paja Pinang.
“Namun, sampai dengan saat ini tidak satu pun dari mereka yang dapat menunjukkan bukti kepemilikan sah atas lahan tersebut,” tegas perusahaan.
Seruan Menyelesaikan melalui Jalur Hukum
Sebelumnya, pada 31 Juli 2025 telah dilakukan pertemuan antara perwakilan perusahaan, aparat desa, tokoh masyarakat, Polsek Tebing Syahbandar, dan Koramil 13 Tebing Tinggi.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Desa Paya Pinang, perusahaan menyatakan sikap terbuka terhadap aspirasi warga namun menekankan bahwa penyelesaian klaim lahan harus dilakukan melalui jalur hukum.
“Perusahaan menghormati setiap aspirasi masyarakat, tetapi dalam hal kepemilikan lahan, kami semua berada dalam negara hukum."
"Maka dari itu, kami persilakan para pihak untuk menyampaikan tuntutannya melalui gugatan di pengadilan,” tutup pernyataan tersebut.***
RED - DKT