Dutakhabarterkini.co.id //Tanjung Beringin, 17 Maret 2025 – Kasus dugaan pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP) yang menjerat Muhammad Efendi alias Fendi, warga Dusun 5, Desa Nagur, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai, kini menjadi sorotan. Bukan hanya persoalan hukum, tetapi muncul dugaan rekayasa dan "permainan" di balik penanganan kasus oleh Polsek Tanjung Beringin.
Awal Mula Kasus
Kasus ini bermula dari laporan seorang warga berinisial (W) yang mengaku sebagai penjaga rumah usaha mikro kecil (UMK) di Desa Nagur. Dalam laporannya ke Polsek Tanjung Beringin, ia menyebut bahwa rumah tersebut telah dibongkar dan sejumlah barang berharga hilang. Kerugian diperkirakan mencapai Rp13 juta, dengan barang-barang yang dicuri meliputi tabung gas, kompor, dandang, kipas angin, timbangan duduk, hingga mesin pres.
Aparat kepolisian kemudian melakukan penyelidikan dan menangkap empat orang pelaku berinisial (A), (H), (Z), dan (Agus). Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun awak media, sebenarnya ada enam pelaku, dengan dua orang lainnya, berinisial (U) alias Unyu dan (D), berhasil melarikan diri meskipun identitas mereka sudah diketahui.
Dugaan Rekayasa dan Permainan Uang
Penangkapan terhadap Muhammad Efendi terjadi setelah pengembangan dari keterangan saudara Agus, yang menyebut bahwa barang-barang curian tersebut berada dalam penguasaan Efendi. Akibatnya, Efendi dikenakan Pasal 480 KUHP sebagai penadah barang curian.
Namun, yang mencengangkan adalah dugaan adanya "pemufakatan damai" dengan aparat kepolisian. Efendi mengungkapkan bahwa dirinya diminta memberikan uang sebesar Rp10 juta kepada penyidik, IPTU Erwin Nasution, agar tidak dijerat hukum. Dugaan praktik suap ini disebut-sebut sudah diketahui oleh Kanit dan Kapolsek.
"Saya diminta memberikan Rp10 juta agar bisa bebas dari jeratan hukum. Ini bukan sekadar isu, tetapi langsung disampaikan kepada saya. Bagaimana bisa hukum diperjualbelikan seperti ini?" ungkap Efendi.
Ke Mana Integritas Penegak Hukum?
Jika dugaan ini benar, maka hal ini bukan hanya mencoreng citra kepolisian, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum. Bukannya menegakkan keadilan, justru hukum seolah bisa "dibeli" dengan nominal tertentu.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan praktik permainan hukum di tingkat kepolisian sektor. Apakah hukum di Polsek Tanjung Beringin masih bisa dipercaya? Ataukah keadilan hanya berlaku bagi mereka yang memiliki uang?
Masyarakat berharap agar aparat kepolisian yang terlibat dalam dugaan penyalahgunaan wewenang ini diperiksa secara transparan. Institusi kepolisian semestinya menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum, bukan justru menjadi pelaku pelanggaran hukum.
Kasus ini perlu mendapat perhatian serius dari pihak berwenang, termasuk Propam Polri dan Ombudsman, agar keadilan benar-benar ditegakkan tanpa adanya praktik "jual beli hukum".
DKT - RED