Dutakhabarterkini.co.id - // Jakarta, 17 Juni 2025 — Sengketa wilayah antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara atas empat pulau strategis di kawasan perbatasan akhirnya mencapai titik temu. Dalam sebuah forum kenegaraan yang digelar tertutup di Wisma Negara, Jakarta Pusat, Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menandatangani Kesepakatan Bersama yang secara resmi menetapkan bahwa Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang masuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.
Penandatanganan ini melibatkan langsung empat tokoh kunci:
Gubernur Aceh Muzakir Manaf
Gubernur Sumut Muhammad Bobby Afif Nasution
Menteri Dalam Negeri RI Prof. Dr. Muhammad Tito Karnavian
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi
Forum ini dipandang sebagai momen bersejarah karena mengakhiri puluhan tahun ketidakpastian administratif di kawasan perbatasan barat Indonesia yang selama ini menjadi titik rawan gesekan sosial dan politis.
Dokumen 1992 Jadi Rujukan Sah: Negara Tegaskan Wilayah
Kesepakatan yang dicapai tidak lahir tiba-tiba, melainkan berpijak pada dokumen hukum yang telah lama menjadi acuan batas wilayah, yaitu:
Kesepakatan Bersama Tahun 1992 antara Pemerintah Provinsi Tingkat I Sumatera Utara dan Daerah Istimewa Aceh
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 1992 tentang Penegasan Batas Wilayah, tertanggal 24 November 1992
Merujuk pada dokumen tersebut, keempat pulau telah sejak lama secara administratif menjadi bagian dari Aceh Singkil. Namun dinamika politik lokal dan perubahan tata ruang selama dua dekade terakhir telah menimbulkan ambiguitas yang kemudian memicu gesekan kepentingan di lapangan.
Penandatanganan kesepakatan ini sekaligus menegaskan bahwa negara hadir dalam menyelesaikan konflik daerah dengan pendekatan hukum dan musyawarah, bukan provokasi atau intervensi sepihak.
Solon Sihombing: Negara Hadir, Konstitusi Menang
Tokoh nasional, pengamat politik, dan praktisi media Solon Sihombing, secara tegas menyambut baik kesepakatan ini. Dalam pernyataan resminya, ia menyebut bahwa ini merupakan contoh resolusi konflik yang elegan dan sepenuhnya konstitusional.
“Kami menyampaikan apresiasi tinggi kepada Mendagri Prof. Tito Karnavian, Gubernur Aceh, Gubernur Sumut, dan seluruh jajaran yang terlibat langsung dalam penyelesaian ini. Kesepahaman yang sebelumnya sempat memicu perbedaan pendapat, kini berhasil dirangkum menjadi dokumen negara yang sah dan mengikat,” ujar Solon dalam pernyataannya di Jakarta.
Ia juga menyinggung bahwa meskipun Presiden RI saat ini tengah melakukan kunjungan kenegaraan ke Rusia, pemerintah tetap berjalan efektif dan terkonsolidasi.
“Ini bukti bahwa pemerintahan tidak vakum. Meskipun Presiden sedang di luar negeri, lembaga negara tetap bekerja, dan konflik berhasil diselesaikan di meja musyawarah. Jangan sampai ada aktor atau narasi liar yang memprovokasi masyarakat. Ini saatnya kita jaga kesejukan dan stabilitas di kedua provinsi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Solon menekankan bahwa selama ini hubungan masyarakat di Aceh dan Sumatera Utara, terutama di daerah perbatasan, berlangsung dalam semangat toleransi dan kekerabatan.
“Kita tahu masyarakat Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah memiliki hubungan sosiokultural yang kuat. Polemik administratif ini jangan sampai dijadikan alat provokasi. Dengan kesepakatan ini, semua pihak harus tunduk pada hukum, bukan pada tekanan atau emosi sektoral,” ujarnya.
Ia menutup pernyataannya dengan konfirmasi bahwa pernyataan ini telah dikonsultasikan langsung dengan pihak pusat.
“Pernyataan ini saya sampaikan setelah berkonsultasi langsung dan mendapat restu dari Pak Sito agar menjadi bagian dari pemberitaan utama hari ini,” pungkas Solon..
DKT - RED - AKPERSI.